Friday, March 28, 2008

Jurnal #3

Minggu ini saya merasa kehilangan, karena tiga murid saya yang tidak datang selama tiga kali pertemuan berturut-turut. Entah karena sibuk, entah karena ada sesuatu yang terjadi.. mungkin mereka merasa tidak nyaman dengan kelas saya.

Setelah saya konsultasi dengan Mbak Indah Lutfiah (mentor saya), saya jadi tahu... bahwa tekanan psikologis untuk teman-teman yang mengalami tuna netra pada saat remaja/ dewasa cukup besar. Kondisi mental mereka lebih labil dibandingkan dengan teman-teman yang sudah mengalami tuna netra sejak kecil.

Saya merasa sangat bodoh, karena saya tidak mencantumkan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal tersebut di angket pendaftaran mengenai latar belakang masing-masing murid saya. Padahal hal tersebut sangat penting, karena berguna bagi guru untuk mencari metode yang tepat saat mengajar.

Memang, tiga minggu lalu saya terlalu keras dalam mengadakan latihan review. Saya ulangi terus latihan-latihan letter name dan harga not. Berulang-ulang dengan menuntut mereka untuk bisa dan hapal saat itu juga. Namun ternyata, saya merasa hal tersebut tidak tepat. Ada baiknya kalau mengajarkan sesuatu itu bertahap, sesuai dengan kemampuan murid. Meskipun memang materi tidak mencapai target, namun yang terpenting saat proses belajar mengajar adalah menciptakan suasana menyenangkan dan membuat murid memahami materi yang kita berikan. Tidak perlu dipaksa, tidak perlu terlalu keras. Kita belajar musik, sesuatu yang menyenangkan..

Memang nggak ada hal yang baku dalam mengajar.. juga mengajar musik. Tidak ada guru ideal, tidak ada murid ideal. Semua memiliki keunikan sendiri-sendiri dan sangat situasional. Saya berpikir keras dari hari ke hari, merefleksikan cara mengajar saya.. Saya merasa banyak kekurangan dalam diri saya yang harus saya perbaiki.. Bukan untuk menjadi yang terbaik, tapi untuk menjadi seseorang yang dapat menyampaikan ilmu dengan baik. Saya senang sekali kalau murid bisa mengerti apa yang saya maksud.. (meskipun penyampaian materi saya buruk). Tapi, saya puas kalau mereka mengerti. Bahkan saya bisa belajar dari mereka.. Kadang saya balik bertanya, "Bagaimana caramu mengerti apa yang saya sampaikan?". dan mereka menjelaskan dengan caranya mereka memahami materi yang saya sampaikan. Dan saya belajar dari mereka..

Apa yang saya pelajari minggu ini adalah bagaimana seorang guru memahami perasaan muridnya. Memahami kesulitan dan mencoba menyelesaikan masalah tersebut dengan pikiran jernih. Mungkin saya terburu-buru, mungkin saya tidak sensitif terhadap mereka, mungkin saya terlalu banyak menuntut, sehingga lupa bahwa yang terpenting adalah membuat mereka memahami ilmu yang saya sampaikan meskipun dengan perlahan-lahan.

Wednesday, March 19, 2008

Jurnal #2

Ini adalah minggu kelima saya dalam mengajar notasi musik braille. Terus terang, dari apa yang telah saya jalani, hari inilah saya baru merasakan enjoy dan merasa bisa "lepas" dalam mengajar.


Perlu diketahui bahwa kegiatan magang saya untuk mengajar notasi musik Braille di Mitra Netra boleh dibilang NEKAD.. karena saya belum pernah sama sekali memiliki pengalaman mengajar musik untuk tuna netra. Selain itu, materi-materi baik lagu, buku dan lain sebagainya yang berkaitan dengan Braille musik sangat sedikit. Bahkan cenderung tidak ada. Saya harus menyiapkan semua material pembelajaran sendiri. Tentu saja dibantu Mbak Indah Lutfiah selaku mentor saya di Mitra Netra dan transcriber Braille.


Empat minggu saya lalui dengan sistematika belajar yang sedikit berantakan, ditambah dengan penyampaian saya terhadap materi yang masih lemah. Saya memang sangat kurang berpengalaman dalam hal ini. Ketika saya "down", untung ada Rhesa yang selalu mengingatkan saya untuk tetap optimis.. dan memang saya harus siap untuk melakukan kesalahan, gagal, memperbaiki demi kemajuan saya sendiri dan murid-murid saya.


Ketika saya merasa bingung.. bingung dengan masalah penyampaian musik, antara mengajarkan literasi dan konspetual musik, akhirnya Mrs. Janet Kirkley (Kepala Bag. Music Education UPH) menganjurkan saya untuk memakai HAND SIGN metode Kodaly ( http://en.wikipedia.org/wiki/Music_education )



Hand sign ini adalah penerapan SOLFEGE (solmisasi pada notasi musik) yang diciptakan oleh Curwen. Yaitu pelafalan do-re-mi-fa-sol-la-ti yang ditandai dengan gerak dan bentuk tangan.

Do = tangan mengepal

Re = tangan membuka, jari rapat, sejajar dengan lengan namun sedikit diangkat mengarah serong ke atas.

Mi = tangan membuka, jari merapat, sejajar dengan lengan dan mendatar sejajar dengan lantai.

Fa = tangan mengepal kecuali telunjuk dan ibujari seakan-akan menunjuk ke bawah

Sol = tangan membuka, menghadap ke dalam

La = tangan setengah menggenggam tapi menghadap ke bawah (seperti U terbalik)

Ti = tangan menggenggam kecuali telunjuk dengan menunjuk ke atas

Sejujurnya, saya tidak terpikir untuk mengajarkan metode ini pada tuna netra.. karena saya pikir.. tidak terlalu berpengaruh. Tapi ternyata saya salah..

Ketika saya menerapkan Hand Sign dan Solfege, ternyata mereka menjadi antusias. Memang tadinya mereka bilang "Untuk apa kami belajar beginian.. kami kan tuna netra?"

Tapi saya langsung bilang, "Ini adalah hand sign yang berlaku secara internasional. Kalau suatu saat kamu mau mengajar musik ke orang awas, kamu bisa pakai metode ini. Bahkan metode ini dipakai secara internasional."

Dan nggak saya sangka... mereka menjadi antusias dan menjadi sungguh-sungguh mempelajarinya. Ternyata... melalui gerak lengan, mereka jadi bisa mengerti perbedaan nada-nada rendah dan tinggi. Karena otomatis, nada mi gerak tangannya lebih rendah dan di bawah nada sol. Semakin tinggi nada, semakin tinggi tangan bergerak ke atas.

Di minggu kelima ini, saya baru memperkenalkan LA, SOL, MI.

-endah

Saturday, March 8, 2008

Jurnal #1

Setelah 3 kali mengajarkan notasi Braille, saya menjadi belajar beberapa teknik dan tips dalam kegiatan belajar mengajar saya.

1. Antusiasme teman-teman tuna netra akan meningkat ketika saya menghadirkan relief (bentuk timbul) yang menggambarkan bentuk simbol musik orang awas (istilah awas dipakai untuk orang-orang yang dapat melihat).

Misalnya: kunci G (treble clef), garis paranada dan tanda birama. Gampang sekali membuatnya. Garis paranada bisa dibuat pakai lidi, kunci G dan tanda birama bisa pakai tali ukuran kecil. Lalu ditempel pakai lem di karton.

Untuk harga not seperti not 1/8, 1/4, 1/2 dan not penuh bisa pakai kardus yang dipotong bulat, lalu di bagian tengah dilubangi dengan kater. Tangkainya juga bisa pakai lidi. Kalau mau praktis, bisa pakai cat timbul yang ada di toko-toko buku. Tinggal dituliskan aja di atas kertas yang agak tebal.

2. Ternyata saya harus banyak memberi soal latihan. 70% dari apa yang saya ajarkan minggu lalu masih belum dimengerti oleh sebagian besar murid, itu karena saya tidak memberi latihan atau memastikan bahwa mereka mengerti.

Dalam teknik mengajar, ada tahapan yaitu "Check for Understanding". Yaitu setelah selesai memberikan materi (baru) ketika mengajar, guru harus memastikan bahwa anak-anak didik itu mengerti apa yang diajarkan. Caranya bermacam-macam. Ada yang sekedar memberi pertanyaan dan setiap anak harus memberikan jawaban, tapi ada juga yang memberi soal latihan.

Terkadang kurangnya pengalaman mengajar dan keterbatasan waktu dalam mengajar membuat kita lupa kalau setiap murid memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Tingkat pemahaman setiap murid dapat secara jelas terlihat apabila kita memberikan soal latihan yang harus mereka kerjakan sendiri-sendiri.

Ok, i will do better next week.. :)

-endah